Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membiasakan Keluarga untuk Siap Bencana

Membiasakan Keluarga untuk Siap Bencana

Bencana alam bertubi-tubi menghantam negeri tercinta. Mulai dari gempa bumi, tsunami, letusan gunung, banjir, longsor, likuefaksi, angin topan, sampai kebakaran. Berita buruknya, tidak satu pun daerah di Indonesia yang benar-benar aman dari bencana alam ini. Bagaimana lagi. Takdir kita tinggal di area Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yang rentan dengan bencana alam.

Namun berita baiknya, kita selalu bisa mengantisipasinya. Langkah pertamanya adalah dengan membuat keluarga kita melek bencana. Intinya, kita memberikan pendidikan tentang apa itu bencana, apa saja jenis-jenisnya, bagaimana menyikapinya bila menimpa orang lain, apa yang harus kita lakukan bila menimpa kita sendiri, dan bagaimana mengantisipasinya.

Melek bencana ini penting, khususnya untuk anak-anak kita. Kerena mau tidak mau, yang paling merasakan dampak negatif dari bencana selalu anak-anak. Selain itu, melek bencana adalah dasar bagi kita untuk siap bencana.

Menyikapi Bencana yang Dialami Orang Lain

Ajarkan anak untuk bersyukur, bahwa kita tidak perlu menderita sebagaimana orang-orang yang sedang ditimpa kesusahan itu. Namun, jangan berhenti pada rasa syukur.

Hendaknya, kita juga membiasakan anak-anak untuk berempati, minimal dengan tidak membuat bencana alam ini bahan gurauan. Ini, bahkan orang dewasa, terkadang gagal melakukannya.

Pernah, ketika terjadi kecelakaan pesawat (karena awan kumulonimbus), di internet ada orang yang tanpa perasaan mengunggah editan gambar bangkai pesawat dengan tokoh superhero fiktif Ultraman sedang melawan monster di depannya. Ini contoh orang yang tidak bisa berempati terhadap kesedihan korban dan keluarganya. Yang lebih memprihatinkan, banyak warganet yang tertawa dan menyatakan kesukaannya dengan gambar itu. Sangat disayangkan, bukan?

Tindak lanjut dari empati, ajak anak untuk bersama-sama mendoakan korban dan keluarganya agar diberi kesabaran dan solusi secepatnya.

Lebih bagus lagi bila kita mendorong buah hati untuk ikut menyumbang, dalam rangka meringankan beban orang-orang yang tertimpa musibah. Tidak harus uang, sumbangan bisa berupa pakaian anak yang sudah kekecilan (tetapi masih layak pakai), mainan, makanan, dan sebagainya.

Mempersiapkan Keluarga Menghadapi Bencana

Ajari anak dan istri/suami bagaimana bereaksi dalam keadaan darurat. Bicarakan dengan mereka jenis-jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah Anda. Gunakan YouTube untuk menjelaskan secara visual. Sekalian, cari tahu tanda-tanda terjadinya bencana, seperti gemuruh, surutnya air laut, detektor asap menyala, alarm kebakaran, sirine, kentungan, dan lain-lain.

Perkaya pula wawasan anggota keluarga kita dengan cara-cara mengantisipasinya. Misalnya, beri tahu, "Jangan panik, tetap tenang. Kalau ada gempa, jangan dekat-dekat tiang listrik, tiang lampu, dan bangunan, karena semuanya dapat roboh menimpa kita. Kalau terlanjur di dalam gedung, berlindunglah di bawah meja."

Jangan hanya berteori, simulasikan juga supaya lebih melekat di benak.

Di rumah, tiba-tiba, bisikkan ke anak, "Pura-puranya, sekarang gempa bumi. Cepat, kita harus apa sekarang? Lari ke mana?" Ini untuk menguji refleksnya terhadap bencana alam yang sering datang secara spontan. Begitu juga di sekolah, jalan, fasilitas kesehatan, tempat rekreasi, dan sebagainya.

Selain persiapan fisik dan mental, logistik atau perbekalan darurat pun perlu disiapkan. Tas darurat ini merupakan bagian dari siaga bencana. Apa saja isinya?
  • Alat penyintas. Seperti korek, pisau, gunting, gunting kuku, biskuit atau makanan yang bisa awet tanpa kulkas, dan botol-botol air. Sesuaikan jumlahnya dengan anggota keluarga. Jangan lupa peluit, untuk mencari perhatian (berteriak minta tolong) saat kita terjebak, terjepit, atau terperosok di tempat yang tidak menguntungkan. Meniup peluit lebih nyaring dan hemat energi.
  • Dokumen. Misalnya, Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran masing-masing anggota, ijazah pendidikan terakhir tiap anggota, buku-buku tabungan yang masih aktif, sertifikat kepemilikan properti atau surat kendaraan, dan paspor. Kalau bisa, taruh semua di satu album yang praktis agar tsk tercecer. Tujuan membawa dokumen-dokumen ini, selain agar kelak kita tidak repot dengan masalah kependudukan, juga supaya kita dapat lekas membangun hidup baru pascabencana di mana pun takdirnya.
  • Pakaian. Cukup satu setel untuk masing-masing anggota keluarga, tetapi termasuk pakaian dalam, masker, jilbab, kaus kaki, pembalut, diaper, dan sarung. Inilah pakaian cadangan kita. Sedangkan pakaian utama adalah apapun yang melekat di tubuh kita saat terjadi bencana.
  • Alat pembersih. Contohnya, sikat gigi, pasta gigi, sabun, sampo, hand sanitizer, deterjen, cotton bud, tisu kering dan basah. Semua dalam porsi seperlunya.
  • Alat kerja. Ini tergantung profesi masing-masing. Kalau kami, alat-alat itu adalah pulpen, notes, laptop, ponsel pintar, pengecas-pengecas, power bank, flashdisk, harddisk eksternal, dan token bank. Jika ditinggal di rumah yang diterpa bencana, alat-alat kerja bisa hilang atau rusak. Kita pun berpotensi kehilangan data pekerjaan, klien, dan sebagainya, sehingga untuk bangkit (secara ekonomi) nantinya akan lebih sulit.
  • Obat-obatan. Ini pun tergantung masing-masing keluarga. Kalau kami, Neozep, Antimo, pereda nyeri, OBH, obat lambung, Herocyn (bedak antiseptik), inhaler, minyak kayu putih, plaster luka, dan kapas.
  • Uang. Bagaimanapun, yang paling berharga dalam situasi seperti ini adalah uang tunai. Sebab di daerah bencana, listrik dan sinyal seluler biasanya dimatikan, sehingga mesin ATM pun tidak berfungsi. Namun, tetap bawa saja kartu ATM, emas batangan, sertifikat deposito, atau aset lainnya yang bisa kita cairkan. Karena selalu ada peluang untuk menjangkau lokasi yang tidak terimbas bencana.
Masukkan semuanya ke dalam satu tas ransel. Atau bagi juga ke dompet yang kita pakai harian. Jangan melebihi satu tas, untuk meminimalkan kebingungan kita seandainya bencana benar-benar terjadi secara mendadak.

Sewaktu-waktu kebakaran, banjir, gempa, atau musibah lain mulai terjadi, kita sudah tidak perlu berpikir apa-apa lagi. Tinggal tarik tas darurat tersebut dan dompet yang kita pakai sehari-hari, lalu ajak semua anggota keluarga lari ke tempat yang aman atau segera  menyingkir sejauh-jauhnya.

Kecuali, kalau bencananya angin topan atau puting beliung. Untuk topan, justru kita dianjurkan untuk tetap di dalam rumah, barang-barang penting sebisa mungkin dimasukkan, pintu dan jendela ditutup rapat, lalu dikunci. Kemudian, kita berlindung di dalam, bukannya malah lari ke luar.

Sekurang-kurangnya, itulah ikhtiar yang dapat kita lakukan. Selebihnya, mari pasrahkan kepada Tuhan, Sang Pengatur Kehidupan.

Sebagai penutup, kami Keluarga Kecil Homerie berharap, sistem deteksi dini bencana (Early Warning System/EWS) pemerintah bisa lebih akurat, masyarakat menjadi lebih melek dan siap bencana, serta pemulihan bencana dapat berjalan lebih cepat. Tak kalah penting, semoga kita semua bisa bergandengan tangan lebih erat untuk menghadapi setiap bencana ke depannya.