Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Huh, Diajak Naik Bus Bandros Malah Tidur!

Huh, Diajak Naik Bus Bandros Malah Tidur!

Setelah menjajal kereta komuter, kami tertarik menjelajah Bandung dengan naik Bandros. Bandung Tour on Bus atau Bandros adalah bus wisata yang bisa menjangkau beberapa tempat ikonik dan bersejarah di Kota Bandung hanya dengan satu tarif.

Harga tiket bus ini, sewaktu kami mencobanya, adalah Rp20.000 untuk satu bus/rute, dan Rp40.000 untuk semua bus atau rute kombo.

Ara dan Kira sangat antusias ketika diajak naik bus ini. Meski Ara agak kecewa karena penampilan Bandros ternyata tidak mirip dengan bus favoritnya: Tayo. Namun, penampakan bus yang terbuka, seperti kereta kelinci, membuatnya penasaran juga.

Rute Bus Bandros

Setahu kami, bus yang digagas Pemkot dan Dinas Perhubungan Kotamadya Bandung ini memiliki 12 armada. Sepuluh untuk umum, dan dua untuk tamu VIP Pemkot.

Armada-armada itu memiliki aneka warna, makanya disebut juga sebagai Bandros Permen. Sebagaimana angkot-angkot di Bandung (dan di wilayah lainnya), warna-warna itu menentukan rute:
  1. Bandros Biru. Rute: Alun-Alun Bandung, Cibaduyut, Taman Leuwi Panjang, Museum Sri Baduga, Alun-alun Regol, dan Kawasan Buah Batu.
  2. Bandros Kuning. Rute: Lapangan Gasibu, Taman Cibeunying, Taman Superhero, Taman Foto, Gedung Merdeka, Alun-alun Bandung, dan Braga.
  3. Bandros Ungu. Rute: Gasibu, Taman Cikapayang, Alun-alun Ujungberung, Museum Geologi, dan Pusdai.
  4. Bandros Hijau. Rute: Chinatown, Pasir Kaliki, Alun-alun Cicendo, Karang Setra, UPI, dan GOR Padjadjaran.
  5. Bandros Merah Muda. Rute: Gasibu, Taman Pasupati (Taman Jomblo), Teras Cikapayang, Teras Cihampelas, hingga Taman Budaya.
Supaya mudah, Keluarga Kecil Homerie memilih yang keberangkatannya dari Alun-alun Bandung. Di sana, memilih busnya acak saja. Mana yang mau berangkat, itulah yang kami incar.

Untuk menaiki Bandros, kami harus mengambil nomor antrean dulu di shelter. Lokasi shelter ini sudah ditentukan, yaitu di depan Museum Geologi, Balai Kota Bandung, atau Alun-alun Bandung.

Walaupun ada rute yang pasti, titik-titik itu bukan berfungsi sebagai halte atau destinasi, karena Bandros hanya melewatinya. Penumpang tidak boleh berhenti di setiap titik dan bus juga tidak bisa dicegat untuk dinaiki di tengah jalan seperti lazimnya bus transportasi umum.

Semua penumpang harus ikut rombongan dari titik awal pemberangkatan, tujuan akhir (untuk berhenti di sana beberapa saat), sampai bus balik lagi ke titik mula. Jumlah penumpangnya pun biasanya tidak ada perubahan.

Pengalaman Unik Naik Bandros

Pembeda lain antara bus wisata seperti Bandros dengan bus transportasi umum, selain kebijakan tidak boleh menaikturunkan penumpang di tengah jalan, adalah adanya pemandu wisata (tour guide).

Biasanya, mereka adalah kakak-kakak muda dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI). Dialah yang akan menceritakan apa-apa yang penumpang lihat sepanjang jalan. Bersama sopir, sang pramuwisata juga mengatur jalannya tur.

Namun karena pemandu wisata itu banyak ngomong (ya iyalah!), Ara dan Kira jadi seperti didongengin. Ditambah semilir angin dari bus terbuka itu, kompak tertidurlah mereka. Alamak, seperti pindah tidur saja mereka ini!

Mereka baru bangun ketika bus berhenti di Mal Cihampelas Walk (Ciwalk).

Pemandu wisata mengumumkan, “Di sini, Ibu-ibu, Bapak-bapak, silakan belanja-belanja sepuasnya. Makan siang dulu juga boleh. Banyak gerai makanan di sini, resto siap saji ada, rumah makan ada, pedagang kaki lima ada, warung ada, bisa dipilih. Kami beri waktu setengah jam, ya. Kami tunggu di sini, yaaa…!”

Aduh, setengah jam masuk mal buat apa? Paling-paling cuma sampai tempat parkirnya, terus balik. Kami pun memutuskan membeli siomay di pedagang sekitar. Makannya pun di bus saja.

Setengah jam berlalu begitu cepat. Tuh, kan! Bahkan Ara belum menyelesaikan seporsi siomaynya ketika pemandu wisata memanggil para penumpang dengan megafon.

Bandros pun kembali melaju. Tujuannya, pulang ke Alun-alun Bandung.

Secara umum, perjalanan blusukan Bandung dengan Bandros ini menyenangkan. Yang membuat kami terganggu hanya polusi udara dari lalu lintas Bandung. Karena didesain terbuka, asap knalpot-knalpot pun langsung masuk ke hidung kita. Yayah merasa agak mual sepanjang perjalanan, terutama ketika perut masih kosong tadi.

Kami hitung, di tengah kemacetan normal, satu putaran Bandros kira-kira memakan waktu satu jam. Itu belum termasuk istirahat atau waktu untuk belanja, ya.

Berikut ini cuplikan perjalanan kami dengan Bandros...


Mau mencoba naik Bandros juga? Silakan datang ke salah satu shelter di Bandung. Bus wisata ini beroperasi setiap hari, pukul 8.00-16.00. Lalu, daftar ke petugasnya (staf Dishub). Satu bus Bandros dapat menampung 24-28 penumpang, lo. Cocoknya buat penumpang berkelompok, memang.