Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Homeschool atau Sekolah Rumah, Apa Itu?

Homeschool atau Sekolah Rumah, Apa Itu?

Homeschooling atau sekolah rumah sudah menjadi tren di Indonesia sekira 5-7 tahun yang lalu. Meskipun, secara persentase, peminatnya masih jauh lebih sedikit dari conventional schooling (sekolah formal). Tentu, masih lebih banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah formal, saat ini.

Padahal, homeschooling atau jalur pendidikan informal berbasis keluarga dan lingkungan ini patut dilirik juga.

Banyak salah kaprah tentang sekolah rumah dan kekhawatiran akan masa depan anak-anak “produk” homeschooling. Karena itu, Homerie mencoba merangkum segala hal yang perlu Anda tahu untuk memahami homeschooling dalam artikel ini.

Pemahaman Dasar mengenai Homeschooling

Sekolah rumah, sebagaimana namanya, dilakukan di rumah. Homeschooling tidak dilaksanakan di tempat formal seperti sekolah atau lembaga nonformal seperti tempat kursus yang memiliki kegiatan belajar terstruktur dan kolektif.

Homeschooling adalah sistem pendidikan anak yang langsung di bawah pengarahan orang tua. Jadi di sini, orang tua berperan sebagai trainer/guru (tetapi jangan bayangkan mengajarnya seperti di sekolah umum) sekaligus kepala sekolah (manajer dan fasilitator).

Walaupun demikian, sekolah rumah bukan berarti kegiatannya selalu di rumah. Siswa atau anak dapat belajar di alam bebas, baik di laboratorium, perpustakaan, museum, tempat wisata, dan lingkungan sekitarnya.

Contoh kasus, seorang anak memiliki minat yang tinggi pada bidang astronomi. Tentu saja lucu kalau dia terus disuruh belajar dari buku di rumah. Akan jauh lebih efektif bila dia diajak keluar rumah, traveling, mengamati langit sambil diajari benda-benda langit dan apa kegunaannya (misalnya sebagai penunjuk arah mata angin), juga sesekali dibawa ke lokasi peneropong bintang.

Pendidikan yang mengasyikkan, bukan? Kunci utamanya, komitmen orang tua dalam menemani anak belajar. Lebih spesifiknya, tugas orang tua dalam sekolah rumah adalah:
  1. Menemukan minat dan bakat si buah hati. Di bidang apa anak Anda tertarik? Lalu amati, apakah si anak memang berbakat dengan cara membandingkannya dengan progres anak lain di bidang itu.
  2. Mempelajari prospek bidang tersebut. Percuma saja minat-bakat sudah cocok kalau bidang itu diprediksi tidak menghasilkan uang di masa depan. Bagaimanapun, selain bahagia kita berharap anak kita saat dewasa juga hidup makmur, bukan?
  3. Memberi pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk bidang tersebut. Sekalipun jika itu berarti biayanya lebih mahal dari sekolah normal. Faktanya, pendidikan untuk spesialis selalu lebih mahal dari biaya rata-rata. Tetapi, jika sudah jadi, penghasilannya akan lebih mahal. Antara dokter umum dan dokter spesialis, kita tahu siapa yang dibayar lebih mahal.
Yang jelas, homeschool bukanlah lembaga pendidikan atau bimbingan belajar. Meskipun, orang tua bisa saja mendatangkan guru pendamping atau tutor ke rumah. Namun, hal tersebut dilakukan karena orang tua sudah tidak mampu lagi mengajar, melatih, atau mendampingi. Bukan karena tidak punya waktu, melainkan karena alasan keilmuan.

Contohnya, anak menunjukkan minatnya pada bidang renang. Orang tua pun mengajarinya berenang. Seiring pembelajaran itu, si anak ternyata semakin lihai, bahkan mengalahkan orang tuanya dalam balapan renang.

Si anak pun menginginkan diajari keterampilan berenang tingkat mahir. Katakanlah, dia ingin bisa menyelam di laut. Si orang tua yang bukan perenang profesional tentu kewalahan dengan permintaan ini. Maka, menyewa guru profesional sangat dianjurkan, supaya minat dan bakat si anak tidak stagnan.

Ciri pendidikan homeschooling memang spesifik dan fleksibel seperti itu. Dalam praktiknya, ada beberapa model homeschooling, antara lain:
  1. Sekolah Rumah Tunggal. Praktik homeschooling dalam satu keluarga yang tidak bergabung dengan keluarga lain yang sama-sama mempraktikkan sekolah rumah.
  2. Sekolah Rumah Majemuk. Praktik bersama homeschooling oleh beberapa keluarga dengan kegiatan-kegiatan tertentu, tetapi kegiatan pokoknya tetap dilaksanakan di keluarga masing-masing.
  3. Komunitas Sekolah Rumah. Gabungan dari beberapa komunitas majemuk. Mereka menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok, dll.
Di Amerika Serikat, tren sekolah rumah untuk anak 5-17 tahun meningkat drastis dari 1,7% pada 1999 menjadi 2,9% pada 2007. Mengapa?

Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling untuk Anaknya

Berikut ini beberapa alasan yang mendasari para orang tua memilih model pendidikan sekolah rumah untuk anak-anak mereka:
  1. Ingin anaknya menjadi spesialis sedini mungkin. Jika bakat dan minat si anak adalah fotografi, bersekolah normal tentu buang-buang waktu baginya. Karena di sekolah normal, dia akan dipaksa belajar bahasa Indonesia, biologi, olahraga, dst. yang kemungkinan bukan passion-nya.
  2. Lingkungan sekolah yang tidak kondusif. Misalnya, orang tua khawatir anaknya terkena pengaruh buruk teman-temannya di sekolah: tawuran, perisakan (bullying), pornografi, seks bebas, dll.
  3. Ingin lebih menekankan nilai-nilai tertentu. Misalnya, tentang agama, moral, dsb.
  4. Tidak setuju dengan kurikulum atau gaya pengajaran di sekolah negeri maupun swasta.

Salah Kaprah dan Keraguan tentang Homeschooling

Makna sekolah rumah di Indonesia telah disalahartikan oleh beberapa pihak dan cenderung menyesatkan. Alih-alih memercayainya begitu saja, sebaiknya Anda mencari sumber-sumber yang tepercaya untuk lebih memahami pernak-pernik homeschooling. Ingat:
  • Homeschooling bukan buat orang tua yang sibuk. Mungkin Anda melihat artis dan atlet yang anak-anaknya disekolahrumahkan, tetapi mereka lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya ke profesional. Artinya, memang mereka tidak menyekolahkan anaknya di jalur formal, tetapi mereka tetap saja menyekolahkan anaknya (di lembaga nonformal). Itu bukan konsep homeschooling (sekolah informal/keluarga).
  • Homeschooling tidak punya merek/lembaga/murid yang banyak. Di luar negeri, tidak ada istilah lembaga homeschooling. Yang ada hanya konsultan homeschooling atau komunitas homeschooling.
  • Anak homeschooling tidak kuper. Mereka bisa bergaul dengan normal, bahkan dengan lingkup pergaulan yang lebih kompleks. Jika anak sekolah hanya berteman dengan sebayanya, anak sekolah rumah biasa berteman dengan berbagai kalangan/profesi, mulai dari yang sebaya, lebih muda, sampai yang lebih tua darinya.
  • Homeschooling adalah jenis pendidikan yang diakui negara. Ini pendidikan yang legal di Indonesia. Jadi, anak homeschooling tetap bisa kuliah dan sewaktu-waktu switch ke jalur pendidikan formal alias sekolah umum. Ada ujian Paket A, B, dan C untuk penyesuaian.
  • Tidak ada istilah gagal dalam homeschooling. Berhasil atau tidak, tentu, bergantung pada target pendidikan yang Anda dan si anak canangkan di awal. Jika belum tercapai, kejar terus.

Jangan Memutuskan Homeschooling Jika…

  • Anak tidak bersedia. Semisal, anak lebih nyaman berada di sekolah formal, jangan memaksakan konsep homeschooling.
  • Orang tua tidak punya waktu untuk mengawasi dan menjadi guru/pendamping. Kecuali bila si anak sudah mampu belajar mandiri secara efektif, meninggalkan anak karena kesibukan akan membuat si anak tidak produktif (menyia-nyiakan waktu berharganya).
  • Tidak bersedia menganggarkan dana untuk mengembangkan bidang yang diminati si anak. Jangan memilih sekolah rumah sekadar untuk bebas SPP. Asal tahu saja, terkadang biaya homeschooling lebih mahal dari SPP sekolah elite sekalipun. Anda harus siap itu. Tetapi yang melegakan, Anda tahu uang sebanyak itu lari ke mana dan anak Anda sudah pasti mendapatkan manfaatnya langsung.

Risiko dan Kekurangan Homeschooling

Kalau mau jujur, konsep sekolah rumah juga memiliki beberapa risiko dan kelemahan yang perlu diantisipasi. Antara lain:
  1. Perlu komitmen tinggi dari pihak orang tua sebagai pendamping/fasilitator pendidikan dan anak sebagai siswa. Jika komitmen itu luntur di tengah jalan, progres pembelajaran akan berjalan di tempat, bahkan mengalami kemunduran.
  2. Jika sejak awal si anak tipikal penyendiri, ada risiko dia akan menjadikan orang tua dan rumahnya sebagai tempurungnya (comfort zone). Akibatnya, stigma bahwa homeschooling dapat membuat anak kurang pergaulan alias kuper bisa benar-benar terjadi.
  3. Karena si anak terbiasa mandiri, ada pula risiko dia kurang mampu atau kurang enjoy bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
  4. Perlindungan orang tua dapat menyebabkan si anak kurang mampu menyelesaikan situasi sosial dan masalah-masalah yang sifatnya kompleks.
Demikian gambaran awal dari Homerie tentang sekolah rumah atau homeschooling, lengkap dengan risiko-risikonya. Jadi, apakah sekolah model ini adalah yang terbaik untuk anak Anda?

Tentu saja tidak ada jawaban pasti dalam hal ini. Andalah yang harus mengenali karakter dan menggali kecenderungan si buah hati sebelum memutuskan jalur pendidikan untuknya.