Tip Memilih Sekolah yang Terbaik buat Anak Kita

Daftar Isi
Ini sudah bulan April. Sebentar lagi, sebagian orang tua pasti ribut mencari sekolah anaknya. Terutama yang usianya sudah masuk PAUD, TK, SD, atau SMP. Yang bikin pusing adalah keinginan kita, sebagai orang tua, untuk mendapatkan sekolah terbaik dengan biaya seminimal mungkin. Adakah?

Tip Memilih Sekolah yang Terbaik buat Anak Kita

Tentu saja ada. Asalkan, kita mau jeli dan sabar meriset sekolah-sekolah incaran itu satu per satu.

Orang tua pasti mencarikan yang terbaik bagi anaknya. Namun, apa makna kata “terbaik” itu bagi kita selaku orang tua? Guru-gurunya terbaik? Bangunan kelasnya terbaik? Laboratorium-laboratoriumnya terbaik? Lapangan-lapangannya terbaik? Atau penghargaan dan pialanya segudang? Atau semua itu?

Pertanyaannya, apakah semua hal mentereng itu yang buah hati kita perlukan? Mari kita berhenti sebentar di sini.

Kita beralih ke Finlandia, negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di planet ini. Murid-murid Finlandia selalu menduduki peringkat puncak dalam pemetaan pendidikan global Programme for International Student Assessment (PISA) sejak 2000.

Namun tahukah Anda, Finlandia sendiri tidak pernah bercita-cita menjadi yang terbaik. Pasi Sahlberg, ahli pendidikan Finlandia, menegaskan itu dalam bukunya, Finish Lesson. Sekolah-sekolah di Finlandia lebih berusaha untuk menjadi sekolah yang hebat bagi setiap siswa.

Sekolah Terbaik atau Sekolah yang Hebat bagi Setiap Siswa?

Apa bedanya? Tentu visi alias cara pandangnya! Konsekwensinya pun jauh berbeda.

Bila sebuah sekolah ingin menjadi yang terbaik, sekolah tersebut akan berusaha keras mencapai standar-standar yang ditetapkan oleh pihak eksternal, seperti Dinas Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dan lembaga-lembaga akreditasi.

Kebutuhan-kebutuhan siswa hanya akan dipenuhi selama itu sejalan dengan tuntutan pihak-pihak eksternal tersebut. Dengan kata lain, kebutuhan spesifik siswa bukanlah prioritas. Akibatnya, sekolah cenderung menegakkan aturan yang ketat bagi murid-muridnya. Belajar pun bisa jadi terpaksa dalam lingkungan pendidikan seperti ini.

Sebaliknya, bila sebuah sekolah ingin menjadi hebat untuk setiap siswa, fokusnya adalah murid dengan aneka kebutuhan uniknya. Proses belajar akan dikaji terus demi terbentuknya suasana belajar yang menyenangkan sekaligus bermakna bagi murid-murid. Tuntutan dari pihak eksternal dipenuhi dengan tetap memprioritaskan kebutuhan siswa.

Di sekolah semacam ini, murid-murid akan merasa didengarkan dan dipahami oleh pihak sekolah. Antara sekolah dan murid tercipta suasana yang kondusif dan nyaman. Mereka bahu membahu dalam memajukan sekolah. Anak-anak belajar bukan karena terpaksa, melainkan karena senang dan merasa butuh ilmunya.

Visi itulah yang mengantarkan Finlandia memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, meski tidak ada niat ke sana, menurut Sahlberg.

Ironisnya, sekolah-sekolah yang mempunyai visi menjadi sekolah terbaik, justru bersikap tidak baik terhadap siswa-siswanya. Mereka terobsesi dengan konsep-konsep seperti unggul, favorit, prestasi, dan sebagainya. Siswa pun menjadi korban.

Sekolah Murah atau Mahal?

Kabar baiknya, sekolah mahal tidak selalu bagus dan hebat bagi anak kita. Mari kita sepakati definisinya dulu. “Mahal” artinya biayanya besar (input), sedangkan “bagus” berarti lulusannya (output). Di antara input dan output, terdapat proses (throughput) yang kompleks dan melibatkan banyak pihak.

Memang, semakin besar uang sekolah, semakin banyak pilihan bagi pihak manajemennya. Anda saja kalau memegang uang 100.000 tentu punya lebih banyak pilihan menu makan siang, dibanding bila di dompet hanya ada selembar 20.000, bukan?

Uang 20.000 itulah gambaran yang keadaan sekolah murah. Pihak manajemennya merasa tidak berdaya mengadakan kegiatan ini-itu.

Di sekolah mahal, uangnya lebih-lebih. Bahkan terkadang dipakai untuk membangun fasilitas-fasilitas yang hanya sesekali digunakan. Dana digunakan untuk kegiatan yang hanya dinikmati segelintir murid (yang dianggap menonjol). Sementara yang dianggap biasa-biasa saja justru tidak berkesempatan menikmatinya, padahal mereka adalah mayoritas.

Namun untungnya, input bukan cuma dari uang sekolah. Masih ada sumber-sumber daya lain, seperti kerelawanan, sumbangan, dan partisipasi masyarakat.

Sekolah yang kreatif bisa menggalang sumber daya dari masyarakat sekitarnya. Misalnya, di kawasan perkebunan durian, sekolah dapat melibatkan pekebun dan pengolah durian sebagai guru. Dalam hal ini, gurunya adalah praktisi langsung.

Sekolah bagus, entah mahal atau murah, pasti menempatkan kualitas guru sebagai prioritas utama. Siapapun gurunya, tidak boleh hanya disibukkan dengan mengajar dan memberi nilai siswa. Tetapi juga diberi kesempatan untuk terus belajar, meningkatkan kualitas, dan spesialisasinya.

Jadi, bukan perkara mahal atau murah SPP-nya, sekolah yang baik tergantung pada kreativitas manajemen sekolah untuk memajukan sekolahnya. Dengan atau tanpa uang!

Inilah yang membuat baik sekolah mahal maupun sekolah murah sama-sama berpeluang menjadi bagus dan hebat. Andalah sebagai orang tua yang harus jeli memilih sekolah itu.

Jika Ingin Anak Kreatif, Jangan Masukkan Sekolah Favorit

Kebanyakan, orang tua terlalu silau dengan predikat sekolah favorit. Begini alur pikir mereka, “Kalau anak saya masuk SD favorit, maka dia pasti masuk ke SMP favorit, SMA favorit, dan akhirnya perguruan tinggi favorit. Saya pun bangga!”

Jadi, faktor keunikan anak dianggap tidak penting. Atau dianggap penting, selama keunikannya sejalan dengan alur tadi. Alur yang sangat menuhankan prestasi akademik dan gengsi orang tua. Ruang untuk kreativitas dan aktualisasi diri siswa sempit sekali di sekolah-sekolah semacam ini.

Kita tahu, kreativitas adalah proses penciptaan sesuatu yang baru dengan sumber daya yang ada. Jelas, mengikuti cara-cara yang lama yang sudah pasti tidak bisa disebut kreatif. Tak heran bila banyak orang kreatif dianggap sebagai pembangkang. Contohnya, Steve Jobs (Apple), Mark Zuckerberg, Nadiem Makarim (Go-jek), dan sebagainya.

Tantangan zaman hanya bisa dijawab dengan kreativitas. Sebab, di masa depan, pekerjaan-pekerjaan rutin yang tidak butuh kreativitas sudah akan dikerjakan oleh robot, mesin, dan program komputer. Karena biayanya lebih murah dibanding dengan memperkerjakan buruh atau karyawan (yang suka protes atau demo dan tiap tahun gajinya harus dinaikkan).

Ya! Angkatan kerja dan profesional di masa depan lebih dituntut untuk mengerjakan tugas nonrutin yang menuntut kemampuan kognitif serta daya kreativitas tinggi.

Sayangnya, sekolah-sekolah favorit kurang memfasilitasi ini. Dalam sekolah favorit, ide-ide yang dianut adalah: kepastian, kepatuhan, prestasi, nilai ujian, dan juara lomba.

Maka, berhati-hatilah dengan konsep sekolah favorit. Biasanya, konsep dan visinya bertentangan dengan harapan anak untuk menjadi kreatif serta unik.

Lantas, sekolah yang bagaimana yang tepat untuk anak kita? Tentu tidak ada jawaban tunggal untuk pertanyaan ini. Namun, para pakar pendidikan telah mengadakan banyak penelitian, observasi, dan wawancara. Semua hasilnya dipaparkan dengan gamblang di tulisan ini: Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now.

Semoga bisa membantu. Selamat mencari sekolah yang tepat bagi buah hati, Bapak-bapak, Ibu-ibu!