Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anak Bertanya: Kenapa Aku Tidak Cantik?

Anak Bertanya: Kenapa Aku Tidak Cantik?

Suatu hari, Ara menyeletuk, “Bunda, kok aku nggak cantik? Kata teman-temanku, yang cantik itu si A dan si B.” Kalau Anda, wahai para orang tua, apa yang akan Anda katakan bila tiba-tiba sang buah hati bertanya begitu?

Sebagian mungkin langsung menyangkalnya dengan, "Cantik, kok! Siapa yang bilang tidak cantik? Kamu jangan mau, ya, dibilang begitu. Ingat, kamu itu cantik!" Sudah begitu, diimbuhi pula dengan, "Pasti mata teman-temanmu itu perlu dikucek-kucek! Kok bisa-bisanya menganggap anak Mama/Papa tidak cantik!?"

Jujur saja, kami pun sebenarnya hampir menjawab seperti itu. Namun, setelah dipikir-pikir, apa gunanya mendidik anak untuk bersifat defensif begitu?

Jadi, alih-alih berusaha menyangkal atau membuktikan kecantikan anak kami dengan berbagai upaya, kami memilih untuk membenahi dasar berpikir si anak. Makanya, kami balik bertanya, "Memangnya kenapa, sih, kalau tidak cantik?"

Sehari-hari, kami tidak pernah menyebut siapapun cantik atau jelek. Bahkan tidak sekalipun membanding-bandingkan kecantikan Ara dan Kira. Sama seperti orang tua lainnya, Yayah dan Bunda selalu menganggap anak-anaknya cantik (atau tampan) semua.

Lalu, sejak kapan cantik-tidak cantik ini memengaruhi keceriaan Ara?

Dugaan kami, pertanyaan maut itu bersumber dari lingkungan luar keluarga. Rasanya, itu merupakan cerminan bagaimana dunia luar seenaknya mengotak-kotakkan seseorang yang mereka anggap rupawan (dan yang tidak).

Jika diingat-ingat, pertanyaan Ara terjadi beberapa hari atau pekan setelah acara Kartinian di sekolahnya. Waktu itu, semua murid diharuskan mengenakan pakaian adat. Beberapa anak perempuan didandani layaknya orang dewasa, lalu semua yang melihatnya mengatakan dia cantik. Sementara yang tidak didandani atau hanya dipulas tipis-tipis dengan bedak seperti Ara, tentu saja bukan termasuk murid yang diberi pujian itu.


1. Memangnya, Kenapa Kalau Tidak Cantik?

Tadinya, Yayah ingin menjawab spontan, “Ya bagaimana kamu berharap cantik kalau orang tuamu saja seperti ini, hahaha!” Namun, melihat ekspresi Ara yang sepertinya tidak sedang bercanda, tidak bijak rasanya menjawab seperti itu.

Maka pertanyaan di ataslah yang kami lontarkan, “Memangnya kenapa kalau tidak cantik?” Pertanyaan ini diharapkan dapat mendongkrak kepercayaan diri Ara, bahwa dia sama sekali tidak kami beri beban untuk menjadi cantik.

Memang, lebih baik menjadi anak cantik daripada tidak cantik. Namun, bila kita terlahir atau dianggap (oleh komunitas kita) tidak cantik, ya sudahlah. Tidak ada perlunya menyanggah atau membuang-buang waktu untuk membuktikan bahwa anggapan mereka salah.

Ada banyak hal di dunia ini yang membuat kita bersyukur dan bahagia. Kami mengajak Ara fokus ke hal-hal itu saja.

Lagi pula, terlalu dini untuk menyimpulkan seseorang itu cantik atau tidak saat umurnya masih enam tahun.

Yayah sendiri memiliki beberapa teman yang dulunya primadona di sekolah. Namun, saat bertemu kembali, entah mengapa, kecantikan itu sudah jauh menurun. Sebaliknya, ada pula teman yang dulunya jelek dan kumal, seperti mustahil seorang laki-laki tertarik untuk menikahinya. Namun, begitu bertemu lagi setelah dewasa, dia berubah menjadi cantik, modis, dan wangi.

Sebenarnya, yang dulu tidak cantik dan sekarang pun tetap konsisten tidak cantik juga banyak. Hehehe….

Namun, sekali lagi, memangnya kenapa kalau tidak cantik? Seharusnya, kita menilai seseorang sesuai dengan perbuatannya, bukan kecantikannya. Karena sudah terlalu banyak orang yang tertipu oleh penampilan luar.

2. Kecantikan Terbaik adalah Kecantikan Alami

Di zaman serbacanggih ini, kecantikan mudah direkayasa. Orang jelek dapat terlihat cantik lantaran ditutupi oleh busana yang mahal, tatarias yang tebal, efek kamera, editing foto, atau operasi plastik.

Apakah kita mau dianggap cantik dengan cara palsu begitu? Tentu saja, ini tergantung pendapat masing-masing. Kita boleh berbeda pendapat. Namun, kalau kami, tidak perlulah sampai begitu.

Pernah ada kasus lucu, sepasang cewek-cowok kasmaran jadian di Facebook, pacaran online, lalu sepakat ketemuan. Hanya sejenak setelah bersalaman, salah satu pihak langsung pergi, karena merasa tertipu. Pasalnya, foto dan kenyataan ternyata jauh melenceng!

Untung, mereka belum menikah. Kalau sudah menikah, lantas ketika malam dan tatarias telah dibersihkan semua sehingga terlihat kulit aslinya, salah satu pihak merasa tertipu, bagaimana? Masa pergi begitu saja? Pisah ranjang, dong!

3. Kecantikan Yang Paling Berguna adalah Inner Beauty

Kecantikan sejatinya berguna dalam konteks hiburan atau gengsi saja. Selebihnya, kecantikan hampir tidak memiliki fungsi yang signifikan bagi orang lain. Kecuali kecantikan hati (inner beauty), seperti kebaikan, keramahan, selera humor, kepandaian menjaga emosi, sopan santun, dan sebagainya.

Tanpa kecantikan fisik, kecantikan dalam sudah memancarkan sendiri pesonanya. Orang akan merasa nyaman dan terbantu, sehingga dapat menaruh kepercayaan kepada seseorang dengan inner beauty. Orang bilang, “Kecantikan luar akan membuat kita jatuh hati pada pandangan pertama, sedang kecantikan dalam akan membuat kita jauh hati selamanya.”

Berita baiknya, inner beauty dapat dilatih. Melatihnya adalah dengan pengalaman hidup, bukan dipoles-poles dengan make up atau operasi plastik.

Maka dari itu, daripada meributkan kecantikan fisik yang biasanya diperoleh dari keturunan alias untung-untungan, atau merekayasa kecantikan, kami berpendapat, alangkah baiknya jika kita coba “membangkitkan” inner beauty anak-anak kita saja sejak dini.

4. Kecantikan Bukan untuk Disombongkan

Di kalangan orang dewasa saja banyak orang memanfaatkan keberuntungan bisa lahir sebagai gadis cantik atau pria tampan. Menjadi cantik memang menguntungkan. Tetapi bila kita terlalu mengandalkan itu, apalagi sampai menyombong-nyombongkannya, celakalah kita.

Tuhan tidak suka manusia yang sombong. Lihat saja, beberapa orang yang dulunya cantik dan suka meremehkan orang-orang yang tidak secantik dia, setelah menua, jadi jelek juga. Gantian, dialah yang diremehkan oleh generasi baru yang lebih muda atau lebih cantik.

Bahkan tidak usah menunggu tua, satu menit ke depan pun Tuhan bisa mengambil kecantikan kita. Percayalah, ada saja cara-Nya. Misalnya, kita diberi penyakit kulit di wajah, kecelakaan atau tabrakan, tumor di kepala, tepercik cairan kimia yang melepuhkan kulit, atau kesialan-kesialan lain. Maka sejak detik itu, kecantikan kita bisa amblas, mungkin tak berbekas.

Musibah semacam itu dapat menimpa siapa saja. Maka renungkan, sebenarnya tidak ada kecantikan atau ketampanan yang patut disombongkan serta dibanggakan.

Anak Bertanya, "Kenapa Aku Tidak Cantik?" Ortu Menjawab...

Sekarang, mari kita simpulkan jawaban di atas dengan bahasa yang lebih ringkas dan mudah dipahami oleh anak-anak.
  1. Teman kita tidak menganggap kita cantik? Biar saja. Tidak usah disangkal atau berusaha membuktikan apa-apa. Teruskan saja bermain, gembira, dan menikmati hidup.
  2. Apa gunanya cantik kalau hanya polesan, bukan kecantikan alami yang tidak bergantung kosmetik, pakaian, atau editing foto?
  3. Daripada meributkan kecantikan luar yang hampir tidak bisa diubah, kenapa kita tidak mulai melatih kecantikan dalam alias inner beauty? Kecantikan dalam diri kita ini niscaya lebih berguna buat orang-orang di sekitar kita.
  4. Kecantikan bukan untuk disombongkan, karena itu pinjaman dari Tuhan yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali, biasanya dalam bentuk musibah.
Begitulah jawaban kami. Sekali lagi, belum tentu jawaban ini cocok untuk anak-anak dari keluarga lain. Tetapi semoga bisa memberi ide bagaimana menjawab seandainya anak mengeluh dikatai “tidak cantik” oleh teman-temannya.

Oh ya, kami juga membuat video parentalk dengan tema ini. Anda dapat menonton di bawah ini:

Posting Komentar untuk "Anak Bertanya: Kenapa Aku Tidak Cantik?"