Masjid Agung Bangkalan dan Pasarean Raden Abdul Kadirun

Daftar Isi
 Masjid Agung Bangkalan dan Pasarean Raden Abdul Kadirun 

Sebagai kota zikir dan salawat, Bangkalan memiliki beberapa tempat religi. Salah satunya Masjid Agung Bangkalan. Masjid yang berlokasi tepat di seberang Alun-alun Bangkalan ini memiliki sejarah yang panjang dan desain yang estetik.

Bukan hanya itu. Di dalam kompleks masjid ini juga terdapat makam Raden Abdul Kadirun, seorang pemimpin Bangkalan pada era kolonial. Makanya, Masjid Agung Bangkalan juga biasa disebut Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan.

Sejarah Masjid Agung Bangkalan

Masjid Agung Bangkalan dibangun pada era kepemimpinan Panembahan Sedomukti atau Panembahan Cakraadiningrat V.

Tahukah Ayah-Bunda, masjid ini awalnya merupakan masjid keraton. Saat itu, lokasi keraton masih berada di Sembilangan. Lantaran keraton banyak mengalami kerusakan, akhirnya dipilihlah Kota Bangkalan sebagai lokasi keraton baru.

Setelah Pangeran Tjakraadiningrat ke V dan VI selesai memerintah, penggantinya, yakni Sultan Bangkalan I, mengubah masjid tersebut menjadi tempat ibadah umum pada 1819.

Kemudian, pada 1847, pemerintahan Kerajaan Bangkalan diganti dengan kesultanan yang dipimpin oleh Sultan R. Abd. Kadirun. Pada masa inilah, Masjid Agung Bangkalan mulai mengalami perbaikan bangunan, tanpa mengubah keasliannya. Penampakannya hampir seperti Masjid Agung Bangkalan sekarang.

Sayangnya, pada 1950, terjadi gempa bumi yang mengakibatkan masjid ini rusak berat, terutama di bagian muka (serambi) dan dipugar oleh Bupati Tjakraningrat.

Mulai tahun 1965, jemaah dirasa makin banyak. Masjid Agung Bangkalan seperti sudah tidak mampu menampung jemaahnya, terutama pada waktu salat Jumat dan salat led.

Tercetuslah ide perluasan. Maka, dibentuklah panitia yang terdiri dari beberapa unsur organisasi massa dengan nama Panitia Besar Pembangunan Masjid Jami Kota Bangkalan, di bawah kepemimpinan Bupati Jacky Sudjaki (1971-1982).

Namun, proyek ini mengalami keterlambatan, hingga Bupati Drs. Soemarwoto mengambil kebijakan untuk merevisi desain masjid.

Selanjutnya, Bupati Abd. Kadir melanjutkan tahap IV dan V pembangunan Masjid Agung Bangkalan. Pekerjaan tahap V dimulai pada tahun 1989, tetapi terhambat karena keterbatasan dana.

Drs. H. Hoesein Soeropranoto, Ketua Yayasan Ta'mirul Masjid Jami Kota Bangkalan, diberi mandat penuh untuk mengumpulkan dana. Sampai pada 28 Oktober 1990, pekerjaan pemugaran dapat dimulai kembali. Kali ini, selesainya lebih cepat dari yang direncanakan.

Desain Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan

Desain Masjid Agung Bangkalan

Dengan rampungnya renovasi terakhir, Masjid Agung Bangkalan kini dapat menampung 6.000 jemaah, sementara pelatarannya dapat menampun lebih dari 5.000 lebih jemaah.

Masjidnya pun menjadi lebih indah dengan menara kembarnya.

Jika diamati, arsitektur Masjid Agung Bangkalan lebih bergaya tradisional Jawa. Atapnya tidak berbentuk kubah sebagaimana umumnya bangunan masjid. Apalagi interiornya.

Desainnya estetis. Terlebih di bagian dalamnya. Dinding-dinding masjid dipenuhi dengan ukiran yang rumit dan indah, mencerminkan keahlian tangan-tangan pengrajin lokal. Plafon dan penyangga pun tersusun dari kayu-kayu yang kental nuansa Jawa.

Fasilitas Masjid Agung Bangkalan

Fasilitas Masjid Agung Bangkalan

Masjid Agung Bangkalan juga memiliki fasilitas-fasilitas standar, antara lain toilet, tempat wudu, alat salat, Al-Qur’an, buku-buku keislaman, dan air minum gratis dalam galon. Lumayan buat mengisi ulang botol-botol minum kosong, terutama bagi para musafir seperti kami.

Bagaimana dengan tempat parkir? Luas, Ayah-Bunda. Tetapi panas! Apalagi saat siang hari di musim kemarau. Akibatnya, lantai masjid yang terkena sinar mentari pun siap melepuhkan telapak kaki.

Padahal, sandal harus dilepas sebelum menaiki tangga masjid yang cukup banyak itu. Sementara lantai di tangga itu panas bukan main akibat terpanggang oleh matahari sejak pagi. Kami pun naik tangga, sambil setengah berlari dan dengan ekspresi nyengir. Hehehe….

Namun, matahari memang garang-garangnya waktu kami tiba. Sepatu-sandal Bunda sampai terbuka. Mungkin karena sambungannya terlalu kering, jadi kriuk. Yayah, Ara, dan Kira pun terpaksa harus mampir ke toko sepatu untuk membelikan Bunda sepatu-sandal baru.

Oh ya, selain berfungsi sebagai tempat ibadah utama, Masjid Agung Bangkalan juga sering menjadi jujukan wisata sejarah, terutama bagi mereka yang ingin menengok kebudayaan Islam di Pulau Madura.

Kalau melewati sisi selatan masjid, Ayah-Bunda akan menemui tulisan “Pasarean Sultan Raden Abdul Kadirun” serta gambar panah ke arah barat.

Sekadar informasi, pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kadir, Islam menjadi agama yang dominan di Bangkalan. Wajarlah bila ia dianggap sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini.

Tepat di sebelah barat masjid, terdapat sebuah bangunan bergaya arsitektur Jawa bercat kombinasi warna abu-abu, kuning emas, dan biru. Empat pilar berukuran cukup besar yang menyangga bagian teras depan kian memperjelas jika bangunan tersebut bukanlah hunian, melainkan bangunan yang dipenuhi banyak makam.

Masjid Agung Bangkalan

  • Alamat: Jalan Sultan Abd. Kadirun 5, Demangan Barat, Kelurahan Demangan, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur 69115 (Google Maps
  • Luas Tanah: 11.527 m²
  • Luas Bangunan: 3.000 m²
  • Daya Tampung: ±11.000 jemaah
  • Buka: 24 jam