Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Salat Jumat di Masjid Raya Bandung

Salat Jumat di Masjid Raya Bandung

Jumat pagi, kami sowan ke rumah bude dari pihak Yayah, di daerah Ranca Manyar, Bandung. Pulangnya tanggung, mau balik ke Cicalengka (rumah eyang dari pihak Bunda), sebentar lagi waktu Jumatan. Yayah sendiri ingin merasakan Salat Jumat di Masjid Agung Bandung. Maka dari Ranca Manyar, keluarga kecil Homerie langsung memesan Grab menuju Alun-alun Bandung atau Masjid Raya Bandung.

Inilah masjid provinsi di Jawa Barat (Jabar). Usianya, kalau boleh jujur, sebenarnya sudah uzur. Mulai dibangunnya saja pada 1812. Namun berkat beberapa kali renovasi, sampai sekarang Masjid Raya Bandung tetap kokoh dan terlihat modern.



Masjid Alun-alun

Masjid Alun-alun Bandung

Sebagaimana masjid-masjid tua lainnya di Indonesia, Masjid Raya Bandung juga dibangun di atau dekat alun-alun. Kalau Masjid Raya Bandung, tepatnya di Alun-alun Kota Bandung, di ruas Jalan Asia-Afrika. Tidak jauh dari masjid ini, berdiri Gedung Merdeka dan Hotel Preanger, dua bangunan bersejarah, terkait Konferensi Asia-Afrika 1955.

Alun-alun ini juga salah satu terminal Bus Bandros. Jadi, bagi wisatawan keluarga kami, sebenarnya pergi kemari merupakan paket wisata yang lengkap. Wisata religi bisa, mau keliling Kota Bandung naik Bandros bisa, wisata kuliner banyak pilihan, sekadar menikmati alun-alun pun asyik-asyik saja.

Sebab, Alun-alun Bandung tergolong luas dan indah. Membentang hijau bukan lantaran rumput, melainkan karena karpet yang menghampar secara terbuka (outdoor). Banyak warga memanfaatkannya untuk bermain apa saja, mulai dari sepak bola, bulutangkis, kejar-kejaran, atau hanya duduk-duduk, mengobrol, sembari menikmati makanan dan minuman.

Tidak membawa makanan atau minuman? Jangan khawatir, para pedagang asongan selalu mondar-mandir di tempat ini. Pujasera pun berjajar-jajar.

Namun, satu yang membuat kami tidak betah di Alun-alun Bandung: karpetnya ternyata panas! Bagaimana tidak panas kalau terus terpanggang oleh sinar matahari? Dan karena alasan kebersihan karpet, pengunjung dilarang mengenakan alas kaki. Aduh, aduh!

Kendati demikian, tetap saja banyak yang bermain di sana dengan bertelanjang kaki, seolah karpet panas itu tidak mengganggu mereka. Salut, mereka pasti sudah menguasai Ajian Telapak Kaki Badak! Hehehe….

Sejarah Masjid Raya Bandung Jawa Barat

Sejarah Masjid Raya Bandung Jawa Barat

Masjid Raya Bandung dibangun bersamaan dengan pindahnya pusat kota dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer ke selatan, ke tempat sekarang. Pada mulanya, bentuk bangunan masjid hanya rumah panggung yang sederhana. Tiangnya kayu, dindingnya anyaman bambu, dan atapnya rumbia. Tempat wudunya pun hanya berupa kolam besar.

Jika ingin tahu bagaimana model Masjid Raya Bandung saat itu, tengok karya pelukis Inggris, W. Spreat, pada 1852. Menurut lukisan itu, atap masjid ini berbentuk limas besar bersusun tiga. Masyarakat menyebutnya bale nyungcung.

Pasca-kebakaran di alun-alun pada 1825, Masjid Agung Bandung direnovasi setahun berikutnya. Dinding bambu dan atapnya diganti kayu. Perombakan dilanjutkan pada 1850 seiring pembangunan Jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika). Bupati R.A. Wiranatakusumah IV menginstruksikan perluasan area, juga penggantian atap masjid dengan genting dan dinding kayu dengan batu-bata.

Pada 1875, pemerintah menambahkan fondasi dan pagar tembok yang mengitari masjid. Lalu pada 1900, mihrab (ruang kecil tempat imam memimpin salat) dan pawestren (teras di samping kiri dan kanan) mulai dibangun. Dan pada 1930, giliran pendopo dan dua buah menara yang dibangun.

Menjelang Konferensi Asia Afrika pada 1955, Masjid Agung Bandung bersolek habis-habisan. Atas rancangan Presiden Soekarno, kubah yang awalnya nyungcung dirombak menjadi persegi empat, mirip bawang. Ini artinya, unsur-unsur Timur Tengah mulai dimasukkan. Menara kembar masjid, pawestren, dan teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid menjadi luas, tetapi halamannya sangat sempit.

Kubah bawang rancangan Soekarno bertahan sekitar 15 tahun saja. Setelah rusak akibat tertiup angin kencang, model ini diganti pada 1970.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid diperluas dan dibuat bertingkat. Kali ini, terdapat ruang bawah tanah sebagai tempat wudu, lantai dasar tempat salat utama, kantor Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), dan lantai atas sebagai mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar.

Di depan masjid, dibangun menara baru dengan ornamen logam bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk joglo. Ini mengembalikan desain awal masjid agung yang dulunya juga beratap joglo.

Perubahan total berikutnya dilangsungkan mulai 25 Februari 2001. Kali ini, sebagai bagian dari rencana penataan ulang Alun-alun Bandung. Setelah dibangun selama 829 hari, pada 4 Juni 2003, Gubernur Jabar H.R. Nuriana meresmikannya. Nama Masjid Agung Bandung pun resmi diubah menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat.

Masjid versi terbaru ini adalah hasil rancangan empat arsitek Bandung: Ir. H. Keulman, Ir. H. Arie Atmadibrata, Ir. H. Nu’man, dan Prof. Dr. Slamet Wirasonjaya.

Masjid Raya Bandung Hari Ini

Masjid Raya Bandung Hari Ini

Parkir kendaraan pengunjung berada di basement atau ruang bawah tanah, di bawah alun-alun. Ini adalah salah satu upaya Pemkot dalam mengembalikan nilai Alun-alun seperti zaman dulu. Ruang UG itu semula untuk menampung para Pedagang Kaki Lima (PKL), tetapi tampaknya tidak berjalan.

Salah satu ikon Masjid Raya Bandung adalah menara kembarnya. Kedua menara itu masing-masing setinggi 81 meter. Menurut tulisan di salah satu dinding masjid, menara ini setiap hari terbuka untuk umum. Pengunjung dapat naik hingga puncak di lantai 19. Dari sana, konon kita bisa menikmati pemandangan kota Bandung 360 derajat. Sayangnya, kami tidak berkesempatan naik menara hari itu. Mungkin, lain kali.

Yang jelas, secara umum, bagian dalam Masjid Raya Bandung terdiri dari tiga lantai, yaitu bawah tanah, lantai dasar, dan lantai dua. Begitu pun bila kita bagi berdasarkan fungsinya, masjid ini juga terdiri atas tiga bagian:
  1. Ruang Dalam Bagian Depan. Digunakan sebagai aula untuk acara pengajian, pernikahan, dan istirahat warga yang kebetulan singgah. Ruang ini juga bisa dipakai salat bagi mereka yang enggan jauh-jauh masuk ke Ruang Salat Utama.
  2. Ruang Salat Utama. Ada di lantai satu dan lantai dua. Ruang ini terpisah dari Ruang Dalam Bagian Depan, tetapi dihubungkan oleh jembatan yang di bawahnya terdapat ruang wudu.
  3. Ruang Bawah Tanah. Ada dua basement di Masjid Raya Bandung. Pertama, toilet dan ruang wudu. Kedua, tempat parkir.
Kalau Ayah-Bunda menonton video yang akan kami bagikan setelah ini, tampak jelas, interior Masjid Raya Bandung banyak dihiasi dengan ornamen ukiran islami yang berakulturasi dengan seni budaya tatar Sunda. Dinding masjid bagian dalamnya terbuat dari batu alam yang terlihat mewah.

Sisi Minus Masjid Raya Bandung

Sisi Minus Masjid Raya Bandung

Sebagaimana Masjid Agung Surabaya, Keluarga Kecil Homerie merekomendasikan Masjid Raya Bandung sebagai tempat ibadah yang nyaman sekaligus rekreasi keluarga yang murah-meriah.

Namun, tidak semuanya berjalan sesuai ekspektasi. Ada dua hal yang kami sayangkan di Masjid Raya Bandung Jawa Barat ini:
  1. Banyak orang berdagang di masjid. Bukankah sebenarnya kita diharamkan berjual-beli di masjid? Apakah teras dan pelataran masjid termasuk kawasan terlarang itu? Wallahu 'alam. Yang pasti, aktivitas perdagangan ini sangat berisik dan membuat masjidnya jorok atau kumuh. Bukan hari Jumat itu saja kami berkunjung ke Masjid Raya Bandung, dan kami sering merasakan lantai masjid yang agak lengket di telapak kaki, mungkin bekas tumpahan minuman manis atau makanan.
  2. Kresek yang menjadi komoditas. Baik di masjid maupun di alun-alun, kita akan banyak menjumpai pedagang yang menawarkan kresek alias kantong plastik. Fungsi kresek ini untuk mewadahi sandal atau sepatu. Namun, orang yang sadar lingkungan pasti sedih melihat ini. Saat tren dunia sedang diet sampah plastik, di sini malah seperti dihambur-hamburkan. Alangkah bijaknya bila Pemprov Jabar menertibkan perdagangan kresek ini dan mencarikan solusi yang win-win bagi pedagang, pengunjung, maupun Planet Bumi tercinta.
Demikian review Keluarga Kecil Homerie terhadap Masjid Raya Bandung Jawa Barat. Seperti biasa, lebih afdal bila Ayah-Bunda sekalian menonton videonya:


Masjid Raya Bandung Jawa Barat

Masjid Raya Bandung Jawa Barat

  • Alamat: Jalan Dalem Kaum No.14, Balonggede, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Jawa Barat 40251 (Google Maps)
  • Telepon: +62 22 424 0 275
  • Dibangun: Tahun 1812
  • Luas tanah: 23.448 m²
  • Luas bangunan: 8.575 m²
  • Daya tampung: hingga 14.000 jemaah
Foto-foto: Dokumen Keluarga Kecil Homerie

Posting Komentar untuk "Salat Jumat di Masjid Raya Bandung"