Mengenal Kerbau Purba atau Bubalus Palaeokerabau

Daftar Isi
Mengenal Kerbau Purba atau Bubalus Palaeokerabau

Saat Keluarga Kecil Homerie berkunjung ke Museum Purba Sangiran, ada yang menarik perhatian kami: fosil tanduk yang membentang gagah! Tertulis di keterangannya, makhluk tersebut bernama Bubalus palaeokerabau alias kerbau purba. Wah, kalau tengkorak dan tanduknya saja segitu, berapa besar ukuran badannya, ya?

Mari kita bahas binatang pemakan tumbuh-tumbuhan ini lebih dalam!



Habitat dan Eksistensi Bubalus palaeokerabau

Bubalus palaeokerabau hidup selama Zaman Pleistosen di Asia Tenggara. Nama ilmiahnya diambil dari kata "Bubalus" yang merupakan genus kerbau dan "palaeo" yang berarti purba.

Kerbau purba hidup di habitat peralihan yang berupa stepa atau padang rumput terbuka. Sebagian area itu berupa semak, rerumputan yang tinggi, dan rawa-rawa. Makanya, binatang ini juga disebut kerbau air (water buffalo).

Bubalus palaeokerabau sendiri memiliki kebiasaan berendam dalam kubangan berlumpur. Mereka hidup dengan membentuk kelompok-kelompok, agar aman dari pemangsa.

Usia fosil-fosil binatang ini minimal 700.000 tahun. Maka para ahli menaksir kerbau purba hidup sekitar 1,8 juta hingga 10.000 tahun yang lalu. Namun, sebagian arkeolog meluaskan dugaannya menjadi Zaman Plestosen Awal (2,6 juta tahun hingga 11.700 tahun yang lalu) sampai Plestosen Akhir (11.700 hingga 2.800 tahun yang lalu).

Ciri Fisik Bubalus palaeokerabau

Ciri Fisik Bubalus palaeokerabau atau kerbau purba

Fosil Bubalus palaeokerabau ditemukan di berbagai tempat di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, pernah ditemukan beberapa fragmen fosil yang mengindikasikan kerangka kerbau purba.

Salah satunya di Desa Jambangan, Kecamatan Plupuh, Sragen. Penemunya adalah Santosa, warga setempat, pada 2003. Saat itu, fosil terpisah menjadi lebih dari 30 fragmen. Namun, setelah melalui proses rekonstruksi, kita dapat melihat fosil yang utuh sebagaimana yang dipajang di Museum Purba Sangiran.

Ukuran tanduk tertulis 1,14 meter. Diperkirakan, ketika hidup, panjang tubuh kerbau purba ini 3,42 meter dan tingginya 2,28 meter.

Namun, dari temuan-temuan fosil kerbau purba lain, para ilmuwan menaksir ukuran Bubalus palaeokerabau dewasa rata-rata berkisar 2,5 meter panjang dan 1,8 meter tinggi. Sedangkan bobotnya antara 400 hingga 1.200 kilogram.

Bubalus palaeokerabau mempunyai ciri sepasang tanduk permanen yang berongga di tengahnya. Bentuknya memanjang ke samping dengan ukuran bisa mencapai 1,5 meter. Tanduk tersebut tumbuh tidak lama setelah kerbau purba lahir, dan terus bertambah panjang hingga usia senjanya.

Dengan gambaran perawakan seperti ini, jelaslah kerbau yang sudah punah ini lebih besar dari kerbau-kerbau modern.

Peran Bubalus palaeokerabau

Peran Bubalus palaeokerabau atau kerbau purba

Bubalus palaeokerabau diperkirakan memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia purba di Asia Tenggara. Pada masa prasejarah, kerbau semacam ini selalu memiliki fungsi idioteknis (keagamaan) dan sosioteknis (fungsi sosial).

Para ahli menduga, fungsi kerbau purba antara lain sebagai:

(1) Sumber makanan

Bahkan hingga hari ini, manusia menggemari daging kerbau dan kerabat-kerabatnya. Fragmen tulang kerbau yang ditemukan di Sumatra, antara lain di Gua Togindrawa, Nias, dan Bukit Kerang Pangkalan, Aceh Tamiang, lokasinya tak jauh dari penemuan alat-alat batu dari masa mesolitikum.

Menurut Susilowati dalam artikel Kerbau pada etnik Batak, ini menunjukkan adanya jejak awal domestikasi kerbau. Terungkap pula pola makan manusia purba yang doyan menyantap kerbau.

(2) Transportasi

Dari masa ke masa, kerbau cukup ideal untuk menjadi sarana transportasi, bahkan sampai hari ini. Punggungnya yang kokoh dan badannya yang besar membuatnya ideal untuk menarik gerobak berat atau ditunggangi langsung.

Penunggang dapat duduk di tengah punggung hewan dan duduk dengan nyaman. Meskipun kecepatannya lambat, kerbau sering digunakan untuk mengangkut orang dari satu tempat ke tempat lain yang jauh di masa lalu.

Bahkan hingga hari ini, jika Ayah-Bunda bepergian ke desa, bukankah pernah bertemu dengan pengendara kerbau atau gerobak setinggi truk yang ditarik oleh seekor kerbau atau sapi?

(3) Pembajak ladang

Beberapa fragmen gigi, iga, dan kaki kerbau ditemukan di situs prasejarah Patiayam, Kudus, dan Blora, tepatnya di tepian Sungai Bengawan Solo. Tim arkeolog menemukan fosil-fosil tersebut bersamaan dengan artefak-artefak perkakas pertanian (seperti kapak batu) dan fragmen tengkorak manusia purba.

Tidak terlepas kemungkinan, Homo erectus saat itu juga memanfaatkan kerbau purba sebagai pembajak dan hal-hal terkait pertanian. Tentu saja, ini terjadi saat masyarakat mereka sudah bertransformasi, dari budaya mengumpulkan makanan (food gathering) yang nomaden (berpindah-pindah), menuju budaya mengolah makanan (food producing) yang sedenter (menetap).

Masyarakat purba mungkin belum menginvensi alat-alat pembajak tanah. Mereka diduga hanya melepas kerbau-kerbau purba di area perkebunan atau persawahan, sehingga tanah keras menjadi lebih gembur setelah makhluk beratus-ratus kilogram itu menginjak-injaknya.

(4) Binatang suci atau ritual

Pada Masa Megalitikum, sering dijumpai ornamen kerbau di kubur batu (phandusa), dolmen, atau menhir. Beberapa di antaranya di Bondowoso, Wonogiri, dan Lampung Utara. Pun, di Sumatra Selatan, terdapat patung, relief, dan lukisan di berbagai kompleks megalitikum. 

Pakar prasejarah, Profesor R.P. Soejono (1990), menafsirkan bahwa kerbau merupakan salah satu hewan suci yang terkait dengan konsepsi pemujaan nenek moyang (ancestor worship).

Di kemudian hari, setelah masuk fase sejarah Hindu-Buddha, masyarakat Nusantara melanjutkan tradisi itu. Buktinya, terdapat arca-arca kepala dan pahatan kepala kerbau yang merupakan ornamen sarkofagus (kubur batu) di situs Munduk Tumpeng, Bali. Oleh arkeolog Fadhila Arifin Aziz (1999), kerbau dikaitkan dengan kendaraan arwah untuk mencapai dunia arwah.

Menarik, bukan, Ayah-Bunda?

Sumber Tulisan