Sekelumit tentang Makam Mbah Bungkul

Daftar Isi
Sekelumit tentang Makam Mbah Bungkul

Belum lengkap rasanya kalau berkunjung ke Taman Bungkul tanpa sekalian ziarah ke makam Mbah Bungkul. Mbah Bungkul bukanlah penunggu taman ini. Ada sejarahnya yang perlu Ayah dan Bunda tahu.

Sayangnya, juru kunci sebelumnya, konon memegang amanat untuk menceritakan kisah Sunan Bungkul kepada siapapun. Hal ini merupakan perintah dari Sunan Bungkul itu sendiri. Jadi, cerita tentang Mbah Bungkul masih simpang siur.


Siapakah Mbah Bungkul?

Sampai saat ini, tidak ada dokumen tertulis mengenai asal-usul Mbah Bungkul. Menurut salah satu juru kunci makam Sunan Bungkul, Soebakri Siswanto, sulitnya mendapatkan sumber tertulis tentang Sunan Bungkul.

Namun, berdasarkan cerita lisan yang tersebar di masyarakat, Mbah Bungkul atau Sunan Bungkul memiliki nama asli Ki Ageng Supo atau Mpu Supo. Ia adalah seorang bangsawan dari zaman Kerajaan Majapahit dan hidup di daerah Bungkul. Karena itulah beliau dikenal sebagai Sunan Bungkul.

Setelah memeluk Islam, Mpu Supo berganti nama menjadi Ki Ageng Mahmuddin. Ia bahkan menjadi salah seorang penyebar agama Islam di akhir masa kejayaan Kerajaan Majapahit pada abad 15. Mpu Supo sendiri merupakan mertua dari Raden Paku, alias Sunan Giri.

Dalam cerita lisan itu, konon Mbah Bungkul mengadakan sayembara dengan melarung buah delima ke Sungai Kalimas. Laki-laki yang menemukan buah itu akan dinikahkah dengan putrinya, Dewi Wardah. Larung delima itu didapatkan oleh Raden Paku atau Sunan Giri, salah satu tokoh wali songo.

Versi lain mengatakan, buah delima itu tidak dilarung, tetapi dibiarkan tetap di pohon. Laki-laki yang dapat memetik buah delima itulah yang akan dinikahkan dengan putri semata wayang Ki Ageng Supo.

Ketika suatu hari Raden Paku berjalan melewati pekarangan Ki Ageng Supo, buah delima itu jatuh tepat di depannya. Raden Paku lalu membawa buah delima itu kepada Sunan Ampel, gurunya.

Sunan Ampel lalu berkata bahwa dia akan dinikahkan dengan putri Ki Ageng Supo. Padahal, Raden Paku sudah akan dinikahkan dengan putri Sunan Ampel. Sehingga, Raden Paku memiliki dua istri.

Lokasi Makam Mbah Bungkul

Makam Mbah Bungkul berada di belakang Taman Bungkul. Lokasinya cukup tersembunyi karena dikelilingi oleh benteng-benteng yang membatasinya dengan area taman dan sentra kuliner di Taman Bungkul. Sulitnya akses menyebabkan makin sedikit orang yang berziarah ke makam Mbah Bungkul.

Padahal, di area makam Sunan Bungkul ini juga terdapat musala dan sumur tua yang diyakini merupakan peninggalan Mbah Bungkul.

Berkunjung ke makam ini juga sebetulnya merupakan bentuk penghormatan terhadap Sunan Bungkul. Yang unik, terkait kisah pelarungan buah delima yang dilakukan Sunan Bungkul, menurut Siswanto, orang-orang juga datang untuk mencari jodoh.

Selain itu, pada bulan Juni, diadakan peringatan meninggalnya Sunan Bungkul. Dalam kegiatan tersebut dilakukan pengajian, ceramah, dan makan bersama sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan.

Jika kebetulan Ayah-Bunda berkunjung ke Taman Bungkul, tidak ada salahnya berkunjung juga ke makam Mbah Bungkul.