Museum H.O.S. Tjokroaminoto Surabaya: Kos-Kosan Bung Karno, Nih!
Salah satu cagar budaya di Surabaya itu bernama Museum H.O.S. Tjokroaminoto. Sesuai namanya, museum ini bercerita banyak mengenai sejarah H.O.S. Tjokroaminoto, salah satu pemimpin Sarekat Dagang Islam, organisasi ekonomi yang kemudian ia ganti namanya menjadi Sarekat Islam.
Pertama kali kami mengunjunginya lima tahun silam. Lalu, baru-baru ini kami kembali mampir. Tidak ada yang berubah, selain cara masuknya.
Apa Menariknya Museum H.O.S. Tjokroaminoto
Tempatnya kecil, pencahayaannya remang-remang, tanpa AC (terutama di lotengnya), tidak seperti museum-museum modern, seperti Museum 10 Nopember Surabaya atau Museum Nasional. Lantas, apa yang menyebabkan kami sampai dua kali datang kemari?
Tidak ada alasan khusus, Ayah-Bunda.
Hanya, tempat ini bukan sekadar museum. Melainkan juga saksi bisu perjuangan sang tokoh, alias situsnya langsung. Museum H.O.S. Tjokroaminoto bukanlah bangunan baru atau museum buatan. Ini benar-benar rumah sekaligus kos-kosan milik tokoh besar Sarekat Islam (SI) itu.
Tahukah Ayah-Bunda, rumah H.O.S. Tjokroaminoto memiliki peran penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Di sini, waktu itu, sering diadakan pertemuan para pemimpin nasional. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdiskusi tentang ideologi serta strategi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Bahkan anak-anak kosnya pun bukan main-main: Sukarno, Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka, Musso, hingga Kartosoewirjo. Walau akhirnya terjadi perbedaan paham: Musso dan Tan Malaka dengan PKI, sementara Kartosoewirjo dengan DI/TII. Hanya Soekarno yang konsisten dengan ideologi nasionalisnya.
Lihat! Kalau anak-anak kosnya saja (kelak) sehebat itu, bisa Ayah-Bunda renungkan, seberapa hebatnya bapak kosnya. Juga, seberapa kuat inspirasi darinya!
Ya, H.O.S. Tjokroaminoto bukan sekadar tuan rumah yang mengizinkan anak-anak muda untuk ikut tinggal demi penghasilan uang kos. Ia juga tak henti-hentinya mendidik, memberi contoh, serta menyuntikkan semangat juang kepada mereka.
Bisa dibilang, dari rumah inilah kepingan republik ini bermula. Maka, wajarlah bila kami penasaran untuk menyaksikan sendiri keadaannya. Kami terperangah melihat betapa kamar kos presiden pertama kita ternyata begitu sederhana.
Bagi Yayah dan Bunda, juga Ara dan Kira, berkunjung ke Museum H.O.S. Tjokroaminoto memberikan banyak hikmah. Antara lain, bahwa kebesaran tidak selalu dilahirkan dari hal-hal yang juga besar atau mewah. Tetapi juga bisa bermula dari hal-hal yang kecil dan sederhana.
Sekilas Biografi H.O.S. Tjokroaminoto
Raden Mas (R.M.) Haji Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari seorang pejabat wedana Kleco, Magetan, bernama R.M. Tjokroamiseno. Lahir pada 16 Agustus 1882, ia merupakan keturunan langsung dari Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari, Ponorogo.
Setelah lulus dari sekolah rendah, Tjokroaminoto melanjutkan pendidikannya di sekolah pamong praja Opleiding School voor Inlandsche Ambtrnaren (OSVIA) di Magelang. Setelah lulus, ia bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi, sebelum berhenti tiga tahun kemudian.
Kemudian, Tjokroaminoto pindah dan menetap di Surabaya pada 1906. Di kota ini, ia bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool, jurusan Teknik Mesin.
Tjokroaminoto menetap di sebuah rumah di daerah Peneleh. Rumahnya yang terbilang sederhana, berdesain klasik dengan sentuhan khas Jawa itu tidak hanya dihuni Tjokroaminoto dan keluarganya saja, karena ia juga membuka sebuah indekos.
Yang ikut tinggal di sana juga bukan orang-orang sembarangan, meski saat itu hanya terlihat sebagai anak-anak muda biasa. Di kemudian hari, mereka memiliki pengaruh yang besar bagi bangsa ini. Sebut saja Muso, Kartosoewirjo, Semaoen, dan yang paling kesohor adalah Soekarno.
Tahukah Ayah-Bunda, Putera Sang Fajar yang juga dikenal sebagai orator ulung, ternyata belajar pidatonya kepada bapak kosnya itu. Soekarno rajin mengamati teknik orasi Tjokroaminoto, lalu meniru-nirunya.
Soekarno muda sangat terkesan melihat pidato H.O.S. Tjokroaminoto di depan ribuan pendukung SI. Dengan suara menggelegar, suami dari Soeharsikin itu tidak pernah gagal membangkitkan semangat nasionalisme audiensnya.
Tjokroaminoto pernah berpesan, “Jika ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator.” Sebuah pesan yang terus diingat Soekarno.
Isi Museum H.O.S. Tjokroaminoto Surabaya
Rumah H.O.S. Tjokroaminoto sejatinya sama saja dengan rumah-rumah pada umumnya. Ada teras, ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.
Bagian depan rumah masih mempertahankan desain khas Jawa yang dihiasi pagar kayu. Area ruang tamu, selain dilengkapi dengan satu set meja-kursi dari kayu, juga dihiasi koleksi asli dari empunya, seperti hiasan dinding dan plakat penghargaan. Lantainya menggunakan ubin yang menambah kesan klasik.
Di sisi kiri ruang tamu, terdapat sebuah lorong pendek. Di dinding-dindingnya, dipajang berbagai koleksi milik Tjokroaminoto ketika aktif berorganisasi. Ada buku-buku lama, arsip-arsip kuno, hingga beragam surat kabar yang memuat pemberitaan mengenai Sarekat Islam kala itu.
Selain itu, di lorong ini pengunjung juga dapat membaca infografik yang menceritakan perjalanan hidup H.O.S. Tjokroaminoto dalam organisasi yang dipimpinnya.
Setelah menelusuri lorong, Ayah-Bunda akan menemukan sebuah ruangan kecil yang salah satu dindingnya memajang foto dan keterangan para penghuni kamar kos di kediaman Tjokroaminoto.
Ada juga sebuah lemari kaca yang menampilkan koleksi ikonik museum ini, yakni setelan baju yang dulu dikenakan Soekarno ketika muda. Tentunya, ada juga setelan baju milik H.O.S. Tjokroaminoto sendiri.
Belok kanan, pengunjung kembali menelusuri lorong kecil menuju ruang tamu. Namun sebelumnya, tengoklah ke kiri, karena di sini ada kamar pribadi Sang Guru Bangsa dan istrinya.
Ada tempat tidur asli milik Tjokroaminoto dengan kelambu, dilengkapi meja rias dan lemari. Para pengunjung diperbolehkan mengambil foto atau video, tetapi dilarang menyentuh, menduduki, apalagi meniduri ranjangnya.
Loteng Bersejarah Museum H.O.S Tjokroaminoto
Kalau lantai bawah adalah rumah pribadi pemilik, lalu di mana kamar yang disewakan Tjokroaminoto kepada Bung Karno dan kawan-kawan?
Di loteng atau lantai dua.
Sebagaimana halnya rumah H.O.S. Tjokroaminoto itu sendiri, loteng tersebut juga sederhana. Bahkan jauh lebih sederhana dibandingkan ruangan-ruangan lainnya. Tangganya terbuat dari kayu. Cara menaikinya yaitu dengan memanjatnya.
Hati-hati, karena tangga itu curam, nyaris 90 derajat kemiringannya. Yayah agak merinding saat menaikinya, terutama sewaktu datang pertama kalinya lima tahun lalu. Bagaimana tidak ngeri, memanjat dan menuruninya sambil menggendong Kira!
Sampai di lantai dua ini, pengunjung langsung masuk ruangan berupa kamar yang luas.
Tempat tidurnya hanya berupa tikar yang tipis. Ketika kami berkunjung, baik kunjungan pertama maupun kedua, ada tiga tikar. Entah zaman ketika Bung Karno indekos, apakah memang loteng tersebut hanya menampung tiga orang. Karena secara luas, sepertinya bisa menampung 5-7 anak kos sebenarnya.
Tidak ada sekat yang memisahkan ketiga alas tidur tersebut. Sehingga, setiap penghuninya dapat berinteraksi secara langsung.
Selain alas tidur, ada juga nakas kayu yang terdiri dari dua laci. Di salah satu nakas, dipajang lampu penerangan kecil dan foto Soekarno semasa belia.
Dalam arsip museum, dikatakan bahwa Soekarno muda tidak mampu membeli lampu bohlam. Untuk penerangan, ia terpaksa hanya menggunakan pelita. Soekarno pun rela digigit nyamuk karena tidak mampu membeli kelambu.
Cara Mengunjungi Museum H.O.S Tjokroaminoto
Untuk berkunjung ke rumah sekaligus Museum H.O.S. Tjokroaminoto, Ayah-Bunda harus mendaftar melalui situs web Tiket Wisata Surabaya terlebih dahulu. Setelah membayarnya, cukup tunjukkan kode batang (barcode) yang tercetak dalam tiket tersebut kepada penjaga museum.
Kalau Ayah-Bunda hendak mengunjungi museum ini dengan kendaraan umum, silakan manfaatkan jasa ojek dan taksi daring.
Menumpang Bus Suroboyo juga bisa. Pilihlah rute Terminal Bungur (Purabaya)-Tanjung Perak, dan turunlah di Halte Alun-alun Contong. Dari halte ini, Ayah-Bunda tinggal berjalan kaki sekitar 500 meter ke arah timur (menyeberang jalan dua kali).
Setelah menyeberang, ada sebuah jalan kecil yang hanya cukup dilalui sepeda motor. Tinggal masuk sedikit, sudah terlihat museumnya. Pagarnya dicat hijau dan ada bendera merah putih.
Museum H. O. S. Tjokroaminoto Surabaya
- Buka: Selasa-Minggu pukul 08.00 WIB-15.00 WIB
- Alamat: Jalan Peneleh VII/29-31, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur 60274 (Google Maps)
- Diresmikan: 27 November 2017
- HTM: Rp5.000. Anak-anak gratis.