Masjid Al-Muhajirin Surabaya yang Penuh Nostalgia

Daftar Isi
Masjid Al-Muhajirin Surabaya yang Penuh Nostalgia

Sebenarnya, kami tidak berencana mereview masjid ini. Atau, setidaknya belum. Tetapi tujuan awal kami, yaitu Masjid Cheng Hoo Surabaya, hari itu sedang ditutup untuk umum karena ada buka bersama Kedubes Tiongkok dan anak-anak Yatim-Piatu. Kami pun terpaksa mengalihkan tujuan kemari. Toh jarak Masjid Al-Muhajirin Surabaya dan Cheng Hoo tidak terlalu jauh.


Kenangan Masjid Al-Muhajirin Surabaya

Masjid milik negara ini menyimpan banyak nostalgia bagi Yayah. Sekira dua puluh tahun yang lalu, Yayah getol-getolnya belajar untuk persiapan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Ya, waktu itu namanya UMPTN. Masjid Al-Muhajirin Surabaya merupakan tempat yang sering dikunjunginya.

Sebab, tepat di depannya, yaitu di Jalan Jimerto 4, adalah rumah kawannya yang biasa dipakai sebagai basecamp kelompok belajar itu. Papanya bekerja di Pertamina dan rumah dinasnya di sana. Yayah sering main (dan menginap) di rumah itu, mungkin seminggu dua kali. Jimerto jauh dari rumah Yayah, sekitar 30 kilometer. Tetapi namanya remaja, semangat kebersamaan dan persahabatan terkadang mengalahkan logika.

Bersama teman-temannya, Yayah biasa salat di masjid itu. Leyeh-leyeh, mengobrol apapun, terkadang sekadar beristirahat setelah menyelundup dari kelas les di beberapa lembaga bimbingan belajar di kawasan SMA kompleks itu.

Nah, sekitar dua dasawarsa kemudian, Yayah kembali ke Masjid Al-Muhajirin. Kali ini, membawa keluarga kecilnya. Tujuannya bukan untuk bernostalgia, karena semua jelas sudah berubah. Teman itu sudah pindah rumah, karena papanya tidak berdinas di Surabaya lagi. Dia juga terakhir bertemu dengan Yayah di Batam. Kabarnya, sekarang dia bekerja di Pertamina juga, mengikuti jejak papanya.

Kami, Keluarga Kecil Homerie, mengunjungi Masjid Al-Muhajirin untuk mereviewnya. Meskipun, itu karena masjid tujuan awalnya meleset.

Bagaimana Masjid Tengah Kota Al-Muhajirin Sekarang?

Yayah bersyukur, masjid kenangan ini berubah menjadi jauh lebih baik dari dua dekade lampau. Beginilah ciri masjid yang sehat dengan takmir yang berkemampuan manajemen bagus.

Masjid Al-Muhajirin Surabaya sekarang dijaga oleh Satpol PP atau petugas berseragam Dinas Perhubungan (hm, jadi ingat Suroboyo Bus). Wajar saja, masjid ini dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya.

Memang, parkiran dan halamannya masih sempit, karena letaknya di tengah kota. Tidak gampang memperluasnya. Tidak murah juga.

Lantai Masjid Al-Muhajirin Surabaya tidak berkarpet. Seingat Yayah, dulu juga tidak. Meskipun lantainya bersih dan kinclong, rasanya siapapun setuju, sujud di atas karpet lebih nyaman daripada sujud di atas marmer.

Hal yang mengganggu lainnya, sound system masjid terdengar tidak seprima dulu. Sekarang berdengung. Menyebabkan jemaah kurang nyaman dan jernih mendengarkan khotbah atau tausiah. Ini “penyakit” lumrah masjid-masjid lama, sebenarnya.

Namun, secara keseluruhan, Masjid Al-Muhajirin jauh lebih wah dari yang terakhir Yayah lihat. Sebagai contoh, tempat wudunya sekarang didesain posmodern. Ornamen-ornamen masjidnya, seperti ukir-ukiran kayu di pintu dan jendela, juga tampak berkelas.

Sekarang pun masjidnya ber-AC. Jadi meskipun lebih remang (karena serba tertutup), ruang di dalamnya tetap sejuk. Tidak gerah.

Masjid ini ternyata memiliki ruang bermain anak (playground) di dekat tempat wudu perempuan. Cocoklah ini untuk anak-anak yang menunggu orang tuanya yang masih salat atau ikut kajian di ruang utama. Namun, alhamdulillah, Ara dan Kira sejauh ini tidak pernah rewel atau bertingkah ketika kami ajak ke masjid. Jadi, fasilitas kids play ini belum kami butuhkan.

Buka Puasa dan Tarawih di Al-Muhajirin Surabaya

Keluarga Kecil Homerie merasakan suasana Ramadan di masjid ini. Sebagaimana yang sudah kami duga, Masjid Al-Muhajirin Surabaya juga menyediakan buka bersama secara gratis. Sistemnya seperti Masjid Al-Falah Surabaya, yakni menggunakan kupon yang dibagikan tepat setelah Salat Magrib. Bedanya, kalau di Al-Muhajirin, yang membagikan hanya satu orang, sehingga jemaah di saf terbelakang harus bersabar.

Salat Isya disambung dengan kultum. Lalu, Salat Tarawih yang berjumlah delapan rakaat, dengan empat kali salam. Disusul dengan Salat Witir yang berjumlah tiga rakaat, dengan dua kali salam. Secara keseluruhan, salat di sini menggunakan tata cara masjid-masjid NU. Antara lain dengan seruan salawat untuk mengajak jemaah bersiap mendirikan salat berikutnya, zikir bersama setelah salat, dan sebagainya.

Untuk lengkapnya, silakan simak video review masjid dari Keluarga Kecil Homerie berikut ini:



Sampai ketemu lagi kalau berjodoh, Masjid Al-Muhajirin. Semoga ke depannya, ada kejutan-kejutan positif lain.

Masjid Al-Muhajirin Surabaya

  • Nama Lain: Masjid Pemkot Surabaya
  • Alamat: Jalan Jimerto 25-27, Ketabang, Genteng, Surabaya 60272
  • Telepon: (031) 531 4851
  • Luas Tanah: 4.000 meter persegi
  • Diresmikan: 1983